Pasar tradisional sudah
dikenal sejak puluhan abad lalu, diperkirakan sudah muncul sejak jaman kerajaan
Kutai Kartanegara pada abad ke -5 Masehi. Dimulai dari
barter barang kebutuhan sehari-hari dengan para pelaut dari negri tirai bambu,
masyarakat mulai menggelar dagangannya dan terjadilah transaksi jual beli tanpa
mata uang hingga digunakan mata uang yang berasal dari negri Cina. Dibeberapa
relief candi nusantara diperlihatkan cerita tentang masyarakat jaman kerajaan
ketika bertransaksi jual beli walau tidak secara detail. Pasar dijamannya
dijadikan sebagai ajang pertemuan dari penjuru desa bahkan digunakan sebagai
alat politik untuk menukar informasi penting dijamannya. Bahkan pada saat
masuknya peradaban Islam di tanah air diabad 12 Masehi, pasar digunakan sebagai
alat berdakwah. Para wali mengajarkan tata
cara berdagang yang benar menurut ajaran agama Islam.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli
serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan
biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios
atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu
pengelola pasar.
Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan penawaran bertemu,
dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti
luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini
lebih condong ke arah pasar modern. Permintaan dan Penawaran dapat berupa
Barang atau Jasa. Dan dibedakan dalam beberapa jenis yaitu seperti jenis barang
yang dijual, lokasi hari, luas jangkauan dan wujudnya.
Kawasan pasar juga
merupakan kawasan pembauran karena berbagai macam etnis hadir disana selain masyarakat
local, bahkan terdapat pasar tradisional yang mengikuti pasaran (hari
penanggalan) Jawa seperti pasar Legi,
Kliwon, Wage dan Pahing.
Para pedagang dan pembeli mengikuti perputaran
hari tersebut. Misalnya pada hari pasaran Legi, maka pasar Legi disuatu tempat
akan ramai oleh para pedagang dan pembeli. Sementara dihari lainnya, pasar Legi tidak akan ramai dan hanya ada
beberapa pedagang saja. Bahkan ada pasar yang buka hanya untuk menjual beberapa
macam jenis dagangan misalnya untuk jual beli kambing/sapi hanya dilakukan
dipasar Kliwon saja.
Besarnya peran pasar tradisional secara
kultural mengingat pasar tradisional adalah salah satu lokasi bertemunya dan
bersosialisasinya masyarakat dari berbagai golongan dan budaya, serta transaksi
antara pedagang dan pembeli di pasar tradisional pun menjadi gambaran betapa di
pasar tradisional, manusia tetap menjadi manusia yang berkumpul dan berkomunikasi
secara manusia, maka tentunya kita tidak ingin “kehilangan” pasar tradisional,
bukan?
Untuk itu, kedepan sudah seharusnya
pemerintah daerah melakukan perencanaan program revitalisasi dan peremajaan pasar
tradisional. Dengan begitu, peran pasar tradisional bukan saja sebagai tempat
bertransaksi pedagang dan pembeli tapi juga bisa sebagai alternatif pemasaran
produk UKM. Jika pasar tradisional tidak diperhatikan dimungkinkan akan lenyap oleh
persaingan.